Selasa, 23 September 2008

Bangsa yang sakit


*Para penonton bapak-bapak, ibu-ibu / Semuanya, jangan heran kalau Inul sedang goyang / Rada panas agak seksi / Maafkanlah... Seribu satu macam problema / Sejenak kita lupakan saja / Lihatlah goyang Inul / Semoga terhibur... sayang...
(Notes: Dikutip dari lirik lagu Goyang Inul-Inul Daratista)
Dezigh!!!

Imut, usia 17 tahun, bintang tamu di sebuah perhelatan TV swasta. "Saya melakukan hubungan seks sejak kelas 1 SMU dengan pacar saya, dan sekarang saya duduk di kelas 2." Lalu tersenyum bangga dan berkata lantang, "Saya melakukannya 2 hingga 3 kali dalam seminggu hingga sekarang, kadang di siang hari. Saya selalu ketagihan, namun prestasi belajar saya tidak terganggu." Woow... fantastik! Hebat! Lalu para hakim pun bersabda, "Adik pelajar, hubungan seksual itu biasa, nggak apa-apa, asalkan jangan sampai hamil dan mempengaruhi prestasi belajarmu." Plok...plok...plok... applaus bergema, mata sang pelajar berkaca-kaca, bahagia, seorang pahlawan telah lahir, siap menggantikan RA Kartini, Cut Nya' Dien bahkan ibunda Aisyah radhiyallahu'anha.
Dezigh!!! Sakit! Bangsa ini telah dijangkiti penyakit akut. Tanah air pusaka nan jaya telah berubah menjadi neraka. Laut, kail dan jala yang bisa menghidupi kini lebih sering murka. Tanah surga yang menjanjikan tongkat kayu dan batu menjadi tanaman kini kering merekah. Udara pun tak lagi ramah, dilintas deru pesawat tempur F-18 Hornet Amerika. Rapuh, tak ada kedaulatan. Kehormatan diri terjual murah seperti gampangnya menggadai aset negara. Semua diobok-obok, biar penghuninya pada mabok, bahkan syahdunya Rindu Rasul pun telah tergantikan Rindu Inul.

Bangsa ini perlahan-lahan nista dan hina. Moral hancur dalam remang gelinjang kehidupan malam yang dipenuhi warna-warni cahaya, diselingi dentam musik jelegur koek-koek yang diputar disc jockey, untuk sesaat menghilangkan rasa suntuk dan kemuraman masa depan. Gamang menghadapi hari esok, impian gemah ripah loh jinawi pun entah kemana karena di negeri ini nurani menderita, bagai helaan nafas penderita asma. Tak ada lagi nurani, karena telah tersimpan rapih di kantong, terselip diantara sekian banyak jenis kartu kredit.

Nanah di koreng, wajah kotor beringus, jeritan tangis membelah langit atau luka membusuk, siapa yang peduli? Semua itu dapat dihibur dengan goyang ngebor murahan seorang dara Pasuruan. Ulang tahun pun seperti biasa dibuat meriah agar rakyat lupa 40 juta pengangguran, milyaran bahkan trilyunan angka korupsi yang membelalakkan mata, sulit makan, mahalnya kesehatan dan pendidikan hingga hilangnya jaminan keamanan serta keadilan.
Dezigh!!!

Sejenak rakyat pun gembira, terpingkal-pingkal melihat acara balap karung, lomba makan kerupuk, panjat pohon pinang yang dilumuri oli, tepuk bantal hingga bergadang ikutan lomba gaplek. Sementara kalangan penguasa meneruskan sebuah tradisi, upacara bendera dan baris-berbaris, "Siap, graak!!!" Wah... pemimpin kita cuma sibuk upacara ya, lalu sibuk rapat untuk kepentingan pribadi atau golongannya.

Semua bahagia, wajah sumringah, bersorak-sorai, larut dalam tawa joget dangdut, bebas dan merasa merdeka walaupun badan penuh peluh, lumuran oli dan semerbak bau keringat.

Usia 58 tahun, bukankah itu sebuah amanah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mestinya membuat kita tambah bijaksana. Kenikmatan itu pula hendaknya menjadikan kita lebih pandai bersyukur kepada-Nya, tidak hanya dengan melafazkan 'alhamdulillah' namun bagaimana memanfaatkan nikmat itu sesuai dengan titah Sang Pemilik Kenikmatan hingga tercipta keadilan dan kesejahteraan hidup bangsa, spiritual maupun material.

Sayang... seribu kali sayang, pemimpin bangsa ini lupa atau pura-pura lupa bahwa amanah telah diletakkan di pundaknya. Pundak yang mestinya untuk memikul beras demi rakyat miskin yang kelaparan, hanya digunakan untuk rangkulan lobi politik seraya menyelipkan amplop disaku jas mewah yang bertambah sesak. Sungguh... sungguh amat berbeda dengan khalifah Umar bin Khatab.

Seandainya mereka ingat sabda Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam, yang dikisahkan ibunda Aisyah radhiyallahu'anha, "Aku mendengar Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam bersabda di rumahku ini, Ya Allah, barangsiapa yang diberi sedikit kekuasaan untuk mengurus umatku kemudian dia mempersulit mereka, maka persulitlah dia. Dan barangsiapa yang diberi kekuasaan untuk mengurus umatku kemudian dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia," (HR Muslim, Shahih Muslim vol. 4 hal. 212) niscaya mereka akan sadar bahwa kemerdekaan ini pun amanah dan titipan dari-Nya sehingga yang diberikan amanah dapat berlaku adil untuk mewujudkan masyarakat sejahtera.

Fuih...
Indonesia... sungguh berat bebanmu sayang. Semoga kelak hanya orang-orang amanah yang menjadi pemimpin, dan berkhidmat/melayani rakyatnya (sayyidul qaumi khadimuhum), karena insya Allah mereka akan selalu ingat bahwa semua ini adalah titipan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang kelak harus dipertanggungjawabkan, sehingga tidaklah Ia mengharamkan surga bagi manusia yang diberikan kekuasaan memimpin, karena di hari matinya dia telah mengkhianati rakyatnya (HR. Imam Muslim syarah an-Nawawi vol. 4 hal. 214).

*Biar saja ku tak sehebat matahari / Tapi s'lalu ku coba tuk menghangatkanmu
Biar saja ku tak setegar batu karang / Tapi s'lalu ku coba tuk melindungimu

Biar saja ku tak seharum bunga mawar / Biar saja ku tak seelok langit sore
Tapi s'lalu ku coba tuk mengindahkanmu

Merah putih teruslah kau berkibar / Di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini
Merah putih teruslah kau berkibar / Ku kan selalu menjagamu
(Notes: Dikutip dari lirik lagu Bendera-Cokelat)



Tidak ada komentar: